WONDER WOMAN (2017) REVIEW : Hanya Film Manusia Super Seperti Biasanya

WONDER WOMAN (2017) REVIEW : Hanya Film Manusia Super Seperti Biasanya

DC Extended Universe kembali mengeluarkan sebuah kisah salah satu manusia supernya untuk dikenalkan agar bangunan dunianya semakin memiliki dimensinya. Digadang sebagai sebuah film manusia super wanita pertama yang dibuatkan filmnya sendiri –meskipun sebenarnya sudah ada beberapa film-film manusia super yang dibuat sebelumnya –DC Extended Universe menunjukkan taringnya bahwa dunianya sudah menjadi sesuatu yang perlu diantisipasi.

Wonder Woman yang diperankan oleh Gal Gadot ini akhirnya mendapatkan porsinya untuk bercerita tentang dirinya. Patty Jenkins, seorang sutradara perempuan yang kredibilitasnya sudah diakui oleh Academy Awards lewat film Monster memiliki kesempatan untuk mengarahkan cerita manusia super wanita ini. Selain itu, film ini juga dibintangi oleh Chris Pine dan beberapa aktor aktris lainnya sehingga Wonder Woman menjadi salah satu film yang diantisipasi oleh banyak orang.

Setelah Batman V Superman : Dawn of Justice dan Suicide Squad, film-film milik DC Extended Universe tak memliki performa yang bisa membuat terkagum. Bahkan, kedua film tersebut memiliki performa jauh di bawah film-film manusia super lainnya. Sehingga, menantikan film-film DC Extended Universe tak bisa membuat hati berdegup kencang, kecuali para penggemar komik yang telah begitu dekat dengan karakter-karakter di dalam DC Comics.

Ketika Wonder Woman dirilis, film ini menerima resepsi kritik yang begitu dipuji-puji. Wonder Woman digadang sebagai sebuah kisah asli insan super yang sangat segar dibandingkan menggunakan kisah-kisah berdasarkan manusia super lainnya. Dengan keluarnya klaim hiperbolis misalnya itu, Seketika ada sebuah asa baru bagi kelanjutan DC Extended Universe selanjutnya. Tentu seluruh berharap DC Extended Universe sanggup menjadi cara lain tontonan kisah-kisah insan super di sebuah pengalaman sinematis yang ada.

Tetapi, seluruh kembali dari bagaimana pengalaman dan referensi setiap penonton yang ada waktu menonton Wonder Woman. Sejujurnya, Wonder Woman memang mempunyai nafas yang terasa tidak selaras daripada film-film DC Extended Universe. Hanya saja, ketika disangkutpautkan menggunakan istilah-kata ?Sangat segar? Cita rasanya Wonder Woman jua tidak bisa dikatakan demikian. Wonder Woman punya kisah orisinil yg telah pernah dirasakan sang penonton di film-film manusia super 4 atau lima tahun kemudian secara sinematis.

Menceritakan mengenai Diana (Gal Gadot) seseorang putri amazon yg hayati menggunakan damai dalam awalnya. Tetapi, dengan keadaan hening tersebut, Diana tetap diperingatkan tentang kejahatan di luar sana yg melibatkan sosok Ares. Dengan begitu, Diana akan selalu waspada jika suatu saat kejahatan datang dan menghancurkan Amazon yang mereka cintai. Hingga pada akhirnya, kekacauan datang waktu seorang pemuda tiba-datang terdampar di pinggiran pantai Amazon.

Steve Trevor (Chris Pine), seseorang mata-mata yg sedang bertugas ini terdampar ketika para musuhnya mengejar dirinya. Sehingga, para musuhnya juga ikut menganggu kenyamanan para Amazonian ini. Perang pun terjadi antara Amazonian menggunakan musuh dari Steve Trevor yang menyebabkan banyaknya korban galat satunya adalah saudara wanita Diana yaitu Antiope (Robin Wright). Diana menduga ini semua merupakan ulah Ares & menggunakan Steve Trevor buat mencari eksistensi Ares ini.

Mendapatkan sebuah klaim tentang kesegaran dan kejeniusan di dalam film Wonder Woman, rasanya hal tersebut kurang pas. Sebagai sebuah film origin story, Wonder Woman sebenarnya memiliki formula yang pernah digunakan oleh berbagai film asal mula superhero lainnya. Memang, ada rasa naif di dalam sosok manusia super yang muncul dari karakter Wonder Woman. Tetapi, Wonder Woman tak sepenuhnya menjadi sebuah tontonan yang mendapat klaim kata “segar”. Wonder Woman mungkin akan lebih tepat dikatakan sebagai pemicu rasa nostalgia.

Dengan durasinya yang mencapai 141 mnt, Wonder Woman muncul menceritakan sesuatu yg terlalu biasa.. Namun, secara bertutur, Wonder Woman tidak ayal adalah sebuah film dengan plot yg lurus-lurus saja dengan penyelesaian konflik yang seadanya. Pembangunan dunia para Amazonian timbul terlalu sementara waktu, sehingga tidak terdapat korelasi emosi yg ada antara karakter dan pula penontonnya. Ketika penonton telah mulai terkoneksi dengan ceritanya, poin pemantik konflik pada pada film ini timbul terlalu cepat. Sehingga, bangunan dunia milik Wonder Woman tidak sanggup mengikat begitu kuat.

Kejeniusan Allan Heinberg di dalam naskah yang ditulisnya adalah ketika menggunakan Wonder Woman sebagai medium untuk menyampaikan kesetaraan perempuan yang sedang menjadi isu sosial di berbagai belahan dunia. Kenaifan yang muncul menjadi sifat dari Wonder Woman adalah cara bagaimana Allan Heinberg memberikan pengertian tentang bagaimana peran gender muncul dari setiap manusia. Bukan ingin berprasangka buruk, mungkin hal inilah yang membuat Wonder Woman mendapat resepsi baik. Wonder Woman adalah sebuah propaganda politik tentang marjinalitas kaum perempuan. Tetapi, ketika melihat Wonder Woman sebagai film itu sendiri, sebenarnya tampil baik tetapi performanya tak muncul sebaik itu.

Dengan durasi 141 menit, Wonder Woman seharusnya bisa memiliki komplikasi yang lebih baik lagi untuk membangun setiap plot beserta subplotnya. Tetapi, di akhir 20 menit, Wonder Woman masih memiliki keterbatasan dalam menyelesaikan konflik. Membuat filmnya terkesan memiliki banyak sekali subplot yang perlu diselesaikan karena munculnya 2 karakter villain yang tertuduh menjadi karakter yang penting. Tetapi dengan konklusi seperti itu di dalam filmnya, dalih tentang 2 karakter penjahat tersebut terkesan sia-sia dan tak memiliki tujuan utamanya. Belum lagi keklisean yang muncul di dalam konklusi Wonder Woman yang melihatkan bahwa tak ada lagi unsur “segar” di dalam film ini.

Memang, sebagai sebuah film yang berada di dalam DC Extended Universe, ini adalah sebuah film yang segar. Tetapi, ketika dibandingkan dengan berbagai film manusia super yang ada, Wonder Woman hanyalah repetitif bahkan adaptasi dari berbagai referensi dengan performa yang cukup tapi tak semegah itu. Menonton Wonder Woman dan memahaminya butuh referensi dan pengalaman dari dalam diri. Sehingga, ketika selesai menonton, Wonder Woman adalah hal yang bisa didiskusikan untuk saling berbagi pengalaman dan referensi. Wonder Woman mungkin lebih tepat untuk mendapatkan predikat “nostalgic” ketimbang menggunakan kata-kata “segar” yang sebenarnya menimbulkan anomali.

Posting Komentar

Copyright © Movie Review Cinema 21 | Distributed by Blogger Templates | Designed by OddThemes