SURAT DARI PRAHA (2016) REVIEW : Surat Cinta Kepada Ibu Pertiwi

SURAT DARI PRAHA (2016) REVIEW : Surat Cinta Kepada Ibu Pertiwi

Di tiap tahun, sutradara Angga Sasongko seperti gusar karena tak menelurkan karya terbaru untuk dinikmati oleh penontonnya. Setelah kesuksesan cukup besar yang diraih olehnya lewat adaptasi buku milik Dewi Lestari, Filosofi Kopi, di awal tahun baru ini Angga Sasongko menelurkan sebuah karya terbaru. Di sela kesibukan promosi film Filosofi Kopi, Angga Sasongko sudah sibuk riset film terbarunya bersetting di salah satu kota di Eropa.

Angga Sasongko terinspirasi dengan cerita para Eksil dari negara Indonesia karena dianggap dan tertuduh sebagai pembelot. Atas dasar cerita ini dan terinspirasi oleh sebuah film pendek, Angga Sasongko memutuskan untuk mengangkatnya ke dalam sebuah film berjudul Surat Dari Praha. Dibintangi oleh jajaran aktor aktris kelas utama Indonesia, Angga Sasongko terlihat yakin untuk menjanjikan kualitas wahid bagi Surat Dari Praha.

Isu politik dan sejarah yang terkesan pretensius dalam konsep cerita dasar dari Surat Dari Praha bisa menjadi senjata mematikan bagi Angga Sasongko. Tetapi, sepertinya sutradara satu ini tetap tak gentar untuk menceritakan satu bagian penting yang terlupakan dalam sejarah politik negara Indonesia. Dan untuk semakin menumpulkan kesensitifan itu, Angga mengemas Surat Dari Praha menjadi sebuah presentasi yang dapat diakses oleh segala kalangan dengan balutan nada-nada indah dari karya milik Glenn Fredly.

Bermula berdasarkan bagaimana Larasati (Julie Estelle) ingin meminjam sertifikat tempat tinggal milik ibunya, Sulastri (Widyawati) buat membiayai urusan perceraiannya menggunakan suaminya. Ketika Laras meminta hal tersebut & sempat adu mulut, sayangnya usia Sulastri tidak bertahan lama . Pada saat menutup usia, Sulastri sudah meninggalkan surat wasiat yg menyatakan bahwa tempat tinggal bersama isinya telah menjadi milik Larasati menjadi anaknya.

Sayangnya, mempunyai tempat tinggal tersebut tak semudah yg dia bayangkan. Larasati wajib pergi mengantarkan surat milik Sulastri pada seorang kerabatnya yang terdapat di kota Praha. Larasati pun pulang melaksanakan nasihat terakhir menurut mendiang ibunya. Ketika sampai pada kota Praha, Larasati bertemu dengan Jaya (Tio Pakusadewo), seseorang yg terdapat di masa kemudian ibunya yg juga berkaitan dengan surat tadi. Larasati membutuhkan tanda tangan Jaya supaya surat wasiat yang ditinggalkan oleh Sulastri resmi sebagai miliknya.

Memiliki konten yang sangat riskan karena kesensitifan isu dan juga berat bisa membuat Surat Dari Praha bisa saja terserang oleh senjatanya sendiri. Konten pretensius ini sayangnya berada di tangan yang tepat, sehingga Surat Dari Praha bisa menuntaskan segala misinya untuk menyentil penontonnya bahwa ada satu bagian sejarah politik yang terlupa. Kekejaman rezim orde baru menyebabkan beberapa orang kehilangan kewarganegaraan dan hal tersebut tak semua orang bisa tahu.

Dan inilah saat bagi Angga Sasongko untuk menjelaskan apa dan siapa itu Eksil kepada para penontonnya. Dan jeniusnya, Angga Sasongko ingin menumpulkan kesenstifan isu dan meringankan kontennya yang pretensius dengan menjadikannya sebuah lantunan nada cinta yang indah lewat Surat Dari Praha. Angga Sasongko menampik mitos  bahwa konten yang tergabung dari beberapa isu berat dan kesan pretensius tak bisa menjadi sebuah film yang ringan dan bahkan membekas. Nyatanya, Surat Dari Praha memiliki dua poin tersebut.

Surat Dari Praha akan penuh dengan dialog-dialog dinamis yang bisa menguatkan segala reka adegan di dalam filmnya. Naskah yang ditulis oleh M. Irfan Rafli ini pun tak melulu menegaskan terus tentang keberadaan Eksil dengan polemik politik yang berat. Sesekali mungkin dibahas, tetapi Angga Sasongko berhasil menerjemahkan hal tersebut secara ringan tetapi akan berdampak sangat besar bagi penontonnya. Keefektifan dalam bertutur tentang sejarah politik yang terlupakan inilah yang digunakan oleh Angga Sasongko sebagai pendekatan pengarahan Surat Dari Praha.

Kekuatan utama dari Surat Dari Praha pun juga terasa lewat duet Julie Estelle dan Tio Pakusadewo. Sebagai dua wajah dengan screening time mendominasi, mereka berhasil tak membuat Surat Dari Praha terlihat monoton. Mereka benar-benar mendapatkan setiap emosi yang saling memiliki keterikatan satu sama lain. Meski minim sekali konflik, tetapi mereka berhasil menjalankan tugas mereka untuk mengantarkan setiap detil cerita dengan sangat baik. Iya, film ini akan terasa sederhana tetapi memiliki kemasan yang mewah.

Beberapa adegan di dalam film ini akan dengan mudah membuat getir penontonnya. Ya, hal itu karena kepiawaian dari Julie Estelle dan Tio Pakusadewo dengan performanya yang gemilang. Pun, hal tersebut tak bisa dihilangkan dari peran Angga Sasongko yang memiliki detil arahan yang kuat. Rangkaian adegan di setiap menit Surat Dari Praha berhasil mengukuhkan setiap emosinya layaknya sebuah nada-nada indah sebuah ‘Sabda Rindu’ milik Jaya.

‘Sabda Rindu’ adalah sebuah artefak nada milik karakter Jaya yang telah usang. Dan kembali teringat ketika Larasati berusaha menyelesaikan petuah dari Sulastri, yang mana adalah masa lalu dari Jaya. Begitu pula dengan tujuan Angga Sasongko dalam proses pembuatan film Surat Dari Praha. Artefak realita kelam masa lalu rezim orde baru yang mengakibatkan para warga negaranya kehilangan identitas berusaha kembali diungkap. Bukan untuk kepentingan pribadi atau kalangan tertentu, tetapi hanya untuk mengenalkan lagi rekam jejak sejarah politik Indonesia yang pernah gelap.

Bukan menggunakan cara yg sulit dan berbelit-belit, tetapi Angga mencoba mengemasnya lewat sebuah kisah cinta klasik yang cantik sekaligus pahit. Pun, tak terjebak menggunakan sebuah film yg hanya memanjakan mata lewat panorama cantik kota Praha. Ya, mungkin terdapat beberapa transisi pada setiap adegannya yang masih mengekspos itu namun Angga Sasongko menentukan untuk menitikberatkan konten ceritanya yg menjadi poin utama. Bukan Praha, namun Sejarah Politiknya.

Dan maka jadilah, sebuah surat cinta kepada ibu pertiwi yang masih menutupi misteri sejarah politiknya. Dampak-dampak yang secara tak langsung menyerang warga negaranya karena kekejaman rezim orde baru. Surat Dari Praha adalah catatan dan resahan-resahan kecil dari para Eksil yang butuh pengakuan. Dan Angga Sasongko merangkum resahannya dalam sebuah surat cinta yang indah dengan iringan emosi yang kuat dan lantunan nada-nada indah. Dan kesan pretensius itu berhasil dibuang oleh Angga Sasongko dan menyajikan Surat Dari Praha begitu mudah diakses setiap kalangan. Pencapaian tertinggi oleh Angga Sasongko dan salah satu yang terbaik tahun ini.

Posting Komentar

Copyright © Movie Review Cinema 21 | Distributed by Blogger Templates | Designed by OddThemes