DUNKIRK (2017) REVIEW : Visual yang Subtil tentang Perang Dunia Kedua

DUNKIRK (2017) REVIEW : Visual yang Subtil tentang Perang Dunia Kedua

Menceritakan sebuah kisah yg telah menjadi bagian berdasarkan sejarah memang sudah biasa dilakukan sang para sineas Hollywood. Ada berbagai macam jenis film yang berusaha menjelaskan berbagai macam peristiwa sejarah penting yg bisa memberi sebuah keterangan sekaligus atensi menurut penonton. Tetapi, bagaimana warta tentang insiden penting itu dikemas sebagai sesuatu yang perlu buat dikembangkan. Tentu, terdapat satu poin eksklusif yang menciptakan film-film tentang sebuah insiden ini mampu terjebak dengan kemasan yang sama.

Christopher Nolan berusaha menantang dirinya sendiri untuk mengarahkan sebuah film tentang salah satu peristiwa sejarah penting yang ada di perang dunia kedua ini yaitu Battle of Dunkirk. Christopher Nolan mengemasnya menjadi sebuah film yang berjudul Dunkirk yang dibintangi oleh Tom Hardy, Cillian Murphy, Kenneth Branagh serta memberikan nafas baru dengan merekrut aktor-aktor baru seperti Fionn Whitehead dan Harry Styles.

Christopher Nolan adalah seorang sutradara yang biasanya terjun dalam film-film bertema science fiction atau yang memiliki jalan cerita penuh twist and turn. Tentu Dunkirk ini akan menjadi sesuatu yang terasa baru bagi Christopher Nolan untuk berusaha mengemas sebuah peristiwa sejarah penting yang mungkin akan terjebak dengan kemasan yang sama. Tetapi, Christopher Nolan tetaplah seorang Christopher Nolan. Sebuah peristiwa sejarah penting yang sudah memiliki linimasanya ini dikemas dengan pembagian 3 sudut pandang sekaligus 3 setting waktu yang berbeda.

Membuat film yang sudah mempunyai cerita di dunia nyata & dikemas dengan cara misalnya yg dilakukan oleh Christopher Nolan ini memang cukup riskan. Tetapi, Christopher Nolan sudah terbiasa buat mengemas filmnya menggunakan linimasa waktu yg terpencar misalnya ini. Sehingga, dalam pengaplikasiannya, Christopher Nolah berhasil menciptakan tiga linimasa waktu dan tiga sudut pandang ini menjadi sesuatu yg segar sekaligus unik untuk menceritakan insiden sejarah krusial dalam sebuah film.

Sebagai sebuah perang, Dunkirk memang akan terasa berbeda seperti film-film perang lainnya atau contoh yang paling baru adalah Hacksaw Ridge. Visual adalah kekuatan dari Dunkirk untuk menimbulkan tensi dan emosi yang ada di dalam filmnya. Maka dari itu, kekuatan naskah yang ditulis sendiri juga oleh Christopher Nolan adalah bagaimana dirinya sebagai seorang sutradara dapat mengadegankan setiap gambarnya yang minim akan dialog tetapi memiliki penyampaian yang subtil. Memberikahan pemahaman kepada penontonnya tentang perang itu sendiri dengan caranya sendiri.

Menceritakan tentang sebuah peristiwa perang di Dunkirk, ada banyak pasukan Inggris yang sudah terkepung dan tak bisa kembali ke tanah kelahirannya. Hal tersebut demi membela harga diri negara tersebut. Maka tiga sudut pandang dan tiga linimasa waktu ini diwakili oleh Tommy (Fionn Whitehead), Ferrier (Tom Hardy), dan Mr. Dawson (Mark Rylance). Mereka adalah perwakilan dari setiap sisi cerita dari perang di daerah Dunkirk ini.

Tommy, seseorang tentara inggris yang sedang berusaha menyelamatkan dirinya beserta dengan sahabat-temannya. Ferrier, seorang pilot angkatan udara yang jua berusaha menjaga dan menyingkirkan serangan udara berdasarkan para musuhnya. Sedangkan, Mr. Dawson adalah seseorang warga sipil biasa yg berinisiatif buat menyelamatkan tentara-tentara yg sedang berusaha keras membela negaranya.

Meski setiap sudut pandangnya memiliki pion-pion utamanya untuk mengerakkan ceritanya. Tetapi, yang diinginkan oleh Christopher Nolan adalah mengenalkan peristiwa Dunkirk secara menyeluruh. Sehingga, aktor utama dari film ini adalah peristiwa Dunkirk itu sendiri yang dapat membuat penonton bergidik ngeri dan merasakan emosional yang terjalin di setiap rangkaian adegan yang diarahkan oleh Christopher Nolan. Penonton tak merasa perlu memihak karakternya, tetapi mereka perlu untuk memihak mereka semua secara keseluruhan dalam menghadapi peristiwa Dunkirk yang mencekam.

Meskipun, sebenarnya apa yang dilakukan oleh Christopher Nolan ini memiliki resiko untuk membuat Dunkirk tak bisa diterima secara universal. Penonton yang belum terbiasa dengan bagaimana sebuah pesan di dalam film disampaikan lewat sebuah gambar mungkin akan kesusahan untuk bersimpati. Mereka tak memiliki sosok karakter untuk menyamakan referensi dan pengalamannya hingga akhirnya dapat terkoneksi dengan apa yang ditampilkan di layar. Sehingga, penonton yang membutuhkan tuntunan karakter untuk menceritakan pesan di dalam filmnya.

Tentu, Directing dari Christopher Nolan adalah kunci dari keseluruhan presentasi dari film Dunkirk. Nolan berusaha untuk mengabungkan segala bentuk teknis untuk dapat menghasilkan sebuah presentasi film yang bisa memberikan aspek emosional yang diadegankan dengan sederhan tetapi punya dampak yang akan melekat. Dunkirk penuh akan dramatisasi tanpa perlu ditampilkan berlebihan, sebuah kesederhanaan yang akan memunculkan aspek emosi yang mengharu biru dan getir untuk dirasakan oleh penontonnya.

Kedetilannya dalam mengarahkan sebuah film diaplikasikan ke dalam sebuah tatanan teknis yang tak main-main. Pengambilan gambar yang dilakukan oleh Hoyte Van Hoytema ini juga menjadi aspek penguat bagaimana pengarahan Christopher Nolan yang kuat. Dunkirk menjadi sebuah pengalaman sinematik yang sebenarnya di tahun 2017 ini. Gambar di dalam film Dunkirk ini adalah medium untuk menyampaikan pesan. Sehingga, penggunaan kamera IMAX 70 mm ini menjadi hal yang bukan sekedar gimmick, melainkan sebuah hal yang benar-benar krusial di dalam film ini.

Poin krusial di dalam film Dunkirk tak hanya berhenti di dalam sisi pengambilan gambar, tetapi juga bagaimana suara juga menjadi hal penting. Christopher Nolan berusaha untuk memberikan atmosfir perang yang apa adanya, meskipun akan menjadi perdebatan apabila film tersebut tak memiliki pertumpahan darah. Tetapi, keputusan Nolan adalah tentang bagaimana memberikan pengalaman sinematik tetapi juga dengan atmosfir perang yang terasa nyata yang memiliki batasan bahwa Dunkirk tetaplah sebuah film. Sehingga, suara dan tata teknis kamera ini adalah sebuah ilusi dalam film ini yang bisa membuat penontonnya merasa terjebak di dalam situasi perang yang sesungguhnya.

Maka, Dunkirk adalah sebuah cara bagi Nolan untuk memberikan sesuatu yang berbeda dengan pondasi cerita yang berdasarkan sebuah sejarah yang penting di linimasa perang dunia kedua. Tetapi, keputusan Christopher Nolan membuat Dunkirk memiliki bahasa visual yang lebih kuat akan membuat penonton yang tak terbiasa akan tak dapat menyamakan referensi dan pengalamannya agar bisa bersimpati dengan apa yang disampaikan. Dengan begitu, Dunkirk akan terasa begitu tersegmentasi tetapi sekalinya Dunkirk akan tepat sasaran dengan segmentasinya, Dunkirk akan menjadi sebuah pengalaman sinematis yang sangat kuat sekaligus luar biasa emosional di sepanjang tahun sejauh ini.

Posting Komentar

Copyright © Movie Review Cinema 21 | Distributed by Blogger Templates | Designed by OddThemes