BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA (2015) REVIEW : Cerita Terorisme Islam yang Diteroriskan

BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA (2015) REVIEW : Cerita Terorisme Islam yang Diteroriskan

Kesuksesan dalam menggaet penonton mungkin menjadi salah satu poin penting bagi perfilman Indonesia. Entah, dengan menggaet jutaan penonton, hal tersebut bisa menebus modal yang sudah dikeluarkan oleh film tersebut atau tidak. Mungkin ini juga yang menjadi alasan mengapa novel-novel terbaru milik Hanum Salsabila Rais diangkat menjadi sebuah film layar lebar. Apalagi setelah 99 Cahaya Di Langit Eropa sukses menggaet total 1,5 juta penonton di dalam dua filmnya.

Bulan Terbelah di Langit Amerika jelas diharapkan oleh Maxima Pictures menjadi sebuah Box Office Hit yang bisa mengekor kesuksesan film sebelumnya. Meskipun, proyek ini berada di tangan sutradara yang berbeda. Rizal Mantovani menggantikan Guntur Soeharjanto sebagai komandan tertinggi untuk mengarahkan perjalanan selanjutnya dari Hanum dan suaminya di negara Amerika. Bulan Terbelah di Langit Amerika tetap didukung dengan aktor aktris ternama Indonesia.

Sama seperti 99 Cahaya di Langit Eropa, Bulan Terbelah di Langit Amerika ini masih menjual eksistensi agama Islam di negara selain Indonesia. Tak seperti Guntur Soeharjanto, Rizal Mantovani membuat Bulan Terbelah Di Langit Amerika kehilangan poin utama dari filmnya. Alih-alih membahas terorisme agama yang menyerang agama Islam di negara Amerika, Bulan Terbelah di Langit Amerika malah jatuh menjadi sebuah film drama rumah tangga berbumbu islami.

Diawali dengan bagaimana Hanum (Acha Septriasa) ditugaskan oleh bosnya untuk mengulik dan menulis artikel dengan judul “Will The World Would Be Better Without Islam?”. Hal ini karena  terunggahnya sebuah video di satu situs video dengan judul “Where’s My Dad?” yang bercerita tentang bagaimana ayahnya yang disangka teroris saat tragedi 9/11. Hanum pergi ke Amerika untuk mewawancarai narasumbernya yaitu Azima (Rianti Cartwright), Ibunda dari anak kecil tersebut.

Namun, bepergian Hanum tidak sanggup berjalan mulus. Azima menolak dan menyuruh pulang Hanum lantaran berita yang dibahas sangat sensitif menggunakan masyarakat Amerika. Hanum pun mulai memutar otak buat mencari cara agar sanggup mendapatkan jawaban & konten sebagai dasar tulisannya. Hanum tidak berangkat sendirian, beliau ditemani oleh oleh suami, Rangga (Abimana Aryasatya) yg kebetulan juga mempunyai urusan pada sana. Perjalanan mereka pada negara Amerika tidak hanya untu memenuhi tugas satu sama lain, tetapi juga menguji urusan rumah tangga mereka.

Terorisme memang sering sekali disangkutpautkan dengan agama Islam. Sehingga, kejadian apapun yang mengatasnamakan terorisme jelas akan menyerang agama Islam. Hal ini juga muncul ketika kejadian 9/11 terjadi. Salah satu kejadian paling fenomenal di dunia yang juga sekali lagi mengatasnamakan terorisme sebagai tersangka. Hal ini lah yang mendasari poin utama dari Bulan Terbelah di Langit Amerika. Mencoba mengangkat derajat agama Islam yang terlanjur memiliki citra buruk tentang terorisme.

Entah tak tahu seperti apa konten dari sumber aslinya, Bulan Terbelah di Langit Amerika sebenarnya berani menawarkan premis cerita yang seharusnya bisa menjanjikan. Usaha untuk membangkitkan kembali eksistensi yang lebih baik tentang agama Islam yang sudah menjadi kambing hitam tentang terorisme. Nyatanya, Rizal Mantovani tak menangkap secara baik poin utama dari Bulan Terbelah di Langit Amerika yang lebih menjanjikan ini.

Alih-alih membahas lebih pada mengenai minoritas Islam pada negeri orang, Rizal Mantovani hanya bermain aman mengulik dapur tempat tinggal tangga Hanum dan Rangga menggunakan nafas islami. Tak lupa penggalan-penggalan kitab suci diselipkan ke beberapa dialog yg mungkin hanya sekedar menjadi sebuah orgasme para pengguna atribut keagamaan yang sama dengan karakter utamanya. Tak sebagai sebuah dialog simbolis yang dihadirkan menjadi sebuah bahan renungan mengenai yang kuasa dan agama.

Rizal Mantovani membanting setir poin utama dari Bulan Terbelah di Langit Amerika menjadi sebuah film romansa dewasa tentang pernikahan. Dialog-dialog simbolik tentang bulan terbelah memang ada dan menyangkut dua poin penting filmnya yaitu terorisme agama dan romansa pernikahan. Hanya saja Rizal Mantovani tak bisa menggabungkan kedua hal itu dengan irama yang sama. Maka perumpaan simbolik itu terkesan menggelikan dan tak dapat mendapat benang merah dari kedua poinnya.

Tak dapat dipungkiri, para pemain di film ini memiliki ikatan emosional yang sangat baik. Acha Septriasa, Abimana Aryasatya, Nino Fernandez, dan Hannah Al-Rashid bisa membuat Bulan Terbelah Di Langit Amerika tak jatuh terlalu dalam. Penampilan mereka berhasil membuat Bulan Terbelah di Langit Amerika memiliki poin menarik dalam mengulik romansa dewasa tentang pernikahan. Hanya saja ketika landasan agama yang diselipkan ke dialognya, ada sesuatu yang mengganjal hadir di dalamnya.

Terasa ada keraguan menyertai mereka yang sedang tidak tahu maksud secara lebih pada mengenai landasan agama yg mereka lantunkan di pada dialog mereka. Sehingga, apa yang mereka tampilkan pun terkesan dibentuk-untuk. Mereka sendiri terlihat tidak nyaman menggunakan atribut-atribut kepercayaan yg berusaha mereka kenakan buat mendalami karakter yg dimainkan. Tetapi, tanpa atribut itu, calon penonton yang telah mereka targetkan tak akan berbondong-bondong hadir ke bioskop buat menyaksikan film ini.

Bukan suatu yang salah ketika menyelipkan drama romansa pernikahan ke dalam film Bulan Terbelah di Langit Amerika. Hanya saja, Rizal Mantovani belum benar mencarikan benang merah yang mampu menggabungkan perumpamaan simbolik tentang bulan terbelah dengan dua poin utamanya. Ikatan emosional para pemainnya dan kualitas akting mereka memang sudah mumpuni. Hanya saja, bagaimana mereka masih merasa canggung dengan atribut agama yang mereka kenakan di dalam karakternya yang membuat Bulan Terbelah di Langit Amerika terkesan tak nyata.

Posting Komentar

Copyright © Movie Review Cinema 21 | Distributed by Blogger Templates | Designed by OddThemes