JOKER (2019) REVIEW: Adaptasi Komik Yang Berbeda Sekaligus Menghantui Pikiran

JOKER (2019) REVIEW: Adaptasi Komik Yang Berbeda Sekaligus Menghantui Pikiran

DC comics memang sedang berusaha untuk mencari jati diri untuk film adaptasinya. Apalagi setelah berkali-kali jatuh bangun saat membuat sebuah cinematic universe-nya. Sehingga, DC pun lebih memilih untuk fokus membuat film-film spin-off yang bergantung pada kualitas daripada fokus membuat cinematic universe. Iya, mungkin ada beberapa filmnya yang berhasil. Tetapi, perjalanan DC masih sangat panjang.

Sebuah harapan hadir saat Joker yg diarahkan oleh Todd Phillips ini lebih berusaha buat keluar menurut usaha DC membentuk dunianya. Rasa skeptis permanen saja hadir, lantaran ada pergantian cast berdasarkan Jared Leto ke Joaquin Pheonix. Meskipun, sebenarnya, film ini pula tak menaruh koneksi apa-apa buat film DC yang lain. Belum lagi, hype yang terlalu dini untuk film ini. Meskipun pada akhirnya, film ini meraih aneka macam macam atensi menurut berbagai festival film pada luar sana.

Siapa yang bisa melupakan performa keren Heath Ledger saat menjadi Joker di The Dark Knight trilogy? Tentu, dia tak akan bisa terganti dan menjadi salah satu pemeran Joker terbaik. Beruntungnya, Joaquin Pheonix tak berusaha untuk terlihat sama-sama sintingnya layaknya Heath Ledger. Dia berusaha untuk menjadi Joker dengan caranya sendiri dibantu dengan origin story-nya yang memang menggali karakter Joker dengan lebih dalam.

Ya, Todd Phillips berhasil menciptakan origin menurut seseorang villain menggunakan pendekatan studi karakter yg akan membuat penonton menyelami apa yang dilakukan sepanjang hari. Penuh akan perasaan yg problematis waktu menyaksikan film Joker. Bukan lantaran film ini tak mengagumkan, namun pesan yg tersampaikan lewat plot & penuturan ceritanya. Ada perasaan tidak nyaman, yg menciptakan penontonnya mungkin refleksi tentang bagaimana dirinya melihat kehidupan.

Dunia yg ditinggali sang Joker memang tidak sejelas itu hitam dan putihnya. Ada area abu-abu yang mungkin perlu buat dicerna & didiskusikan sang penonton selesainya menyaksikan film ini pada bioskop. Menonton Joker seakan menonton sebuah realita kehidupan yg ada di lebih kurang. Apa yang engkau lihat tergantung dengan apa yang kamu ketahui. Joker sebagai karakter villain pun seakan abu-abu. Apa sahih dirinya adalah konstruksi berdasarkan lingkungannya, atau memang dirinya pada keadaan yang tidak stabil pada awalnya.

Hal ini terjadi karena Joker menceritakan mengenai Arthur Fleck (Joaquin Pheonix) yg tinggal bersama menggunakan orang tuanya ini hidup dalam keadaan yang kurang beruntung. Dirinya harus mencari nafkah setiap harinya, sebagai seorang badut menggunakan bayaran yang pas-pasan. Asal mampu relatif buat dirinya dan ibunya saja telah beruntung. Arthur juga mengalami beberapa gangguan yg membuat dirinya bertingkah aneh di waktu yang tidak tepat.

Tetapi, hal ini malah sebagai senjata untuk orang-orang melakukan penganiayaan terhadap dirinya. Arthur merasa hidupnya tidak adil. Hingga suatu saat, segerombolan orang berusaha menyerang Arthur pada sebuah kereta. Arthur membunuh mereka menggunakan senjata api miliknya tanpa belas kasihan. Dirinya pun menjadi buronan. Tetapi, hal itu malah menciptakan Arthur merasa bahwa itulah jati dirinya.

Todd Phillips mungkin mau buat menaruh sebuah realita tentang bagaimana seorang terbentuk pada mulanya. Entah nantinya dia akan menjadi sosok yg baik atau dursila, itu tergantung bagaimana nanti penonton akan melihat. Tetapi, Joker ini tampil solid berkat pengarahan Todd Phillips yang kuat. Dia bisa membuat 122 menit milik Joker ini latif sekaligus menghantui pikiran penontonnya seusai menonton film ini.

Alurnya memang terasa pelan, tetapi ini membentuk karakternya perlahan menjadi sosok yg lebih kaya akan rasa. Penonton mampu memberikan simpati pada karakter Arthur Fleck yang sedang melakukan transformasi pada hidupnya. Bagaimana setiap problematika pada hidupnya bisa membangun dirinya. Sehingga, meskipun film ini minim akan adegan aksi, tetapi Joker memiliki tensi yang sangat bertenaga buat diikuti.

Hal ini juga diperkuat lagi dengan bagaimana rapikan teknis menurut sinematografi sampai gubahan musiknya yg berhasil membentuk suasananya sampai terasa semakin menyayat hati. Adanya simpati berdasarkan penonton ini menciptakan karakter Joker menjadi sangat abu-abu sekaligus problematis. Mungkin ada rasa iba yg ada buat karakter ini, tetapi hal krusial yg perlu digarisbawahi adalah apa yg akan dilakukan sang karakter Arthur Fleck dalam film ini.

Melakukan tindak kejahatan sebagai sebuah cara untuk melepaskan amarah mungkin sangat kontroversi. Todd Phillips seakan meromantisasi kejahatan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah dalam hidup Arthur. Sehingga, mungkin ini akan menjadi sesuatu yang problematik bagi beberapa wilayah di luar sana yang sedang menghadapi isu serupa. Mass shooters yang terjadi di mana-mana ini membuat usaha beberapa wilayah untuk mencegah, mungkin bisa jadi bertambah.

Semua orang akan menganggap bahwa hal-hal seperti ini akan menjadi hal lumrah karena society yang ada di sekitarnya yang menuntut dirinya membalaskan dendam dengan cara yang tidak tepat. Tetapi, isu yang dilemparkan oleh film Joker milik Todd Phillips ini mungkin juga bisa menjadi refleksi bagi penontonnya. Joker sebagai karakter villain adalah gambaran seseorang yang akan melakukan tindak kejahatan beserta motifnya. Penonton akan tahu bahwa ada seseorang di luar sana yang mungkin sedang berencana jahat dan kita harus waspada.

Sehingga, menonton Joker sendiri harus menggunakan mata & pikiran terbuka. Sebagai sebuah film, Joker berhasil mengajak penontonnya buat aktif tahu karakter utamanya dengan penuturan yang sangat solid. Tetapi, engkau sendiri yg memilih. Apakah engkau akan menjadi orang yg lebih peka dengan orang-orang sekitarmu buat mencegah tindak kejahatan ataupun memiliki penyakit kejiwaan. Atau engkau memilih untuk memahami mereka sebagai korban atas ketidakadilan dan mengamini apa yg akan mereka lakukan. Hal inilah yang menciptakan film adaptasi menurut komik DC ini tidak selaras dan menjadi galat satu cara lain bercerita. Bagus sekali.

PSA: Jangan bawa anak kecil menonton film ini. Meski diangkat menurut komik berlabel superhero, namun film ini tak akan bisa diterima anak-anak.

Posting Komentar

Copyright © Movie Review Cinema 21 | Distributed by Blogger Templates | Designed by OddThemes