ROOM (2015) REVIEW : Wide Perspective In A Small Room

ROOM (2015) REVIEW : Wide Perspective In A Small Room

Siapa yg sanggup menggambarkan secara detil dan menggambarkan global mereka? Tak terdapat yg mampu. Setiap manusia pun hanya terbatas pada sebuah regional tertentu buat dapat mewakili deskripsi tentang dunia mereka. Itu pun mereka wajib melakukan sebuah pemahaman tentang bagaimana dunia mereka terbentuk lewat proses konvensi beserta. Hal itu dilakukan agar setiap individu dapat mempunyai perspektif yg sama tentang dunia di daerah yang mereka huni.

Lantas, bagaimana jika dunia yang kalian tahu bukan hanya terbatas oleh wilayah tetapi juga dibatasi oleh dinding dua sisi yang dingin? Konstruksi pemikiran akan dunia akan jauh lebih sempit lagi. Itu lah yang mendasari sebuah cerita fiksi karya Emma Donoghue di dalam sebuah bukunya, Room. Perspektif lain yang digunakan untuk memahami dunia ini menjadi sebuah cerita menarik yang mengundang Lenny Abrahamson untuk mengadaptasinya menjadi gambar bergerak berdurasi 120 menit.

Room memiliki sebuah premis cerita menarik dengan presentasi kuat yang akan mengiris penontonnya di setiap menit. Film arahan Lenny Abrahamson ini menjadi salah satu nominator di kategori Best Picture pada Academy Awards tahun ini. Performa yang tak diragukan lagi dari Brie Larson sebagai pemeran utama di dalam film ini patut diganjar Aktris Terbaik di banyak ajang film bergengsi tahun ini. Jelas, Room bukan sebuah film dengan perspektif baru yang sembarangan. Film ini menyimpan banyak sekali momen luar biasa yang tak pernah dirasakan sebelumnya.

Keterbatasan melihat global yang lebih luas kentara akan menyakitkan banyak orang, apalagi hanya berada di dalam sebuah ruangan sempit menggunakan fasilitas seadanya. Itulah yg dialami sang Joy Newsome (Brie Larson) pada lima tahun terakhirnya. Dia harus hidup menggunakan ruang yg sangat terbatas beserta menggunakan anaknya bernama Jack (Jacob Tremblay). Joy berusaha mangkat -matian buat membentuk realita yg nyata tentang global yang hanya terbatas di ruangan yg beliau tempati.

Dan pada akhirnya, Jack hanya mengetahui bahwa global yang dia huni memang hanya terbatas sang ruangan yang mereka tempati. Di luar itu, Jack sudah menganggapnya menjadi luar angkasa yg luas dengan sistem orbit yang tidak sama. Berusaha ingin menciptakan Jack memiliki kehidupan yg lebih layak, Joy berusaha untuk mengeluarkan Jack dari tempat tadi. Namun, usahanya akan sangat mengalami kesusahan lantaran mereka adalah korban penyekapan yg dilakukan sang Nick (Sean Bridgers).

Apa yang dicermati sang Jack menjadi ?Dunia? Miliknya adalah hasil berdasarkan suatu pemahaman yg sudah beliau sepakati beserta dengan Joy menjadi ibunya. Sehingga, Jack muncul sebuah perspektif yang lain mengenai dunia yg ada. Pun begitu jua menggunakan seluruh orang yg berusaha memberikan simbol-simbol tentang dunia mereka masing-masing pada wilayah mereka. Dengan sistem tanda dan lambang tadi, mereka bisa mengklasifikasi dunia dari pandangan mereka masing-masing.

Meskipun tidak sama, akan ditemukan sebuah benang merah mengenai dunia yg mereka huni. Tetapi, akan diperlukan adaptasi mengenai sistem indikasi dan lambang tadi bila seorang berdasarkan daerah lain untuk bisa memahami global yg berdasarkan perspektif baru. Film ini berusaha untuk menaruh sebuah citra tentang bagaimana setiap karakternya mengkonversi apa yg dipandang ke pada sebuah simbol yang akan mereka pahami buat membangun proses komunikasi. Seperti yg dilakukan oleh Joy & Jack supaya mereka berdua dapat berinteraksi satu sama lain.

Bagusnya, Lenny Abrahamson mengadaptasi buku milik Emma Donoghue menjadi sajian getir yang sangat kuat. Lenny membangun sebuah ikatan emosi yang sangat nyata yang ditransfer kepada Brie Larson dan Jacob Tremblay sebagai aktor-aktris utama penggerak cerita sederhana di dalam filmnya. Alhasil, imbas yang dirasakan oleh penontonnya akan sangat besar dan penonton akan dengan mudah merasa simpati dengan karakter-karakternya. Dan hal itulah yang digunakan sebagai kekuatan utama di dalam film Room ini.

Dengan keterbatasan tempat untuk mengembangkan ceritanya, bukan berarti film ini pun akan terbatas dalam presentasinya. Kesempitan ruangan yang dihuni oleh Joy dan Jack ini akan menghantui penontonnya hingga ke akhir film. Meskipun Room terkesan memiliki dua babak di dalam filmnya, tetapi Room memiliki keindahan di setiap babaknya. Di babak 60 menit pertama Lenny berusaha memberikan tensi ketegangan luar biasa dengan klimaks yang memuncak.

Hanya saja, akan terasa lebih menggetarkan di 60 menit terakhir milik Room, babak kedua di dalam film ini jauh terasa lebih kuat. Akan dijelaskan di 60 menit terakhir bagaimana karakter Jack dan Joy terlihat semakin berkembang meski dengan pace cerita yang jauh lebih tenang. Bagaimana Jack dan Joy berusaha memahami lagi dunia yang selama ini dia buat dengan sebuah perspektif baru. Kesan karakter satu dimensi yang ada di 60 menit pertama semakin lama berubah menjadi sebuah karaktr yang multidimensional.

Alasan-alasan yang kuat dengan problematika yang jauh lebih rumit berusaha dijelaskan oleh Lenny Abrahamson secara perlahan di dalam film Room. Itu dilakukan agar Room memiliki karakter yang tak terkesan seperti ruangan yang dihuni Jack dan Joy yang hanya dapat melihat dinding dari satu sisi. Dan di situlah kekuatan film Room yang tak perlu muluk-muluk di setiap aspek pembuatan filmnya. Hanya perlu sokongan arahan yang kuat dan performa luar biasa aktor-aktris utama sehingga cerita di dalam film Room dapat disampaikan kepada penontonnya.

Maka, Room adalah sebuah studi karakter menarik dengan fenomena sosial tentang bagaimana seseorang berusaha memaknai dan memahami apa yang mereka anggap sebagai ‘dunia’ menurut mereka. Lenny Abrahamson berhasil memberikan sebuah arahan yang kuat sehingga film ini memiliki sebuah kekuatan yang dapat mengiris hati penontonnya. Pun, lewat performa luar biasa yang dilakukan oleh Brie Larson dan juga Jacob Tremblay yang semakin bertambahnya menit dapat mengembangkan karakternya agar tak terkesan satu dimensi. Tak salah jika Room diganjar banyak sekali nominasi di banyak ajang film bergengsi. Menyentuh dan menggetarkan!

Posting Komentar

Copyright © Movie Review Cinema 21 | Distributed by Blogger Templates | Designed by OddThemes