Film remaja Indonesia pada tahun ini mulai memiliki aneka macam macam keberagaman mulai menurut tema hingga bungkus. Posesif, keliru satu film remaja tahun ini yang perlu disoroti bukan menurut kontroversialnya saja sanggup masuk ke nominasi FFI tahun ini. Perlu digarisbawahi juga bahwa film remaja ini datang dari pengarah adegan yang jejak rekam filmnya memiliki pendekatan non-populer. Sehingga, kedatangan film ini sanggup mencuri perhatian penontonnya.
Tentu banyak orang mungkin tak lagi mengerti berbagai macam fenomena tentang kekerasaan dalam hubungan, gangguan kejiwaan, dan lain sebagainya. Film bisa jadi medium lain untuk memberikan pencerahan tentang fenomena-fenomena tertentu agar penontonnya tahu bahwa hal-hal seperti ini itu penting untuk diketahui. Posesif adalah salah satu film yang digunakan sebagai bentuk awareness. Dengan pemikiran terbuka, Posesif akan membuat kalian sadar bahwa kekerasan dalam berhubungan itu ada dan Anda perlu untuk merangkul para korbannya.
Edwin bekerjasama dengan Gina S. Noer dalam produksi naskah film Posesif ini. Dengan begitu, film ini memiliki misi untuk mengemas sebuah pesan tentang awareness mengenai kekerasan ini menjadi kemasan yang bisa dicerna. Mendekatkan problematika berhubungan itu dengan menilik lagi akarnya. Kisah-kisah seperti ini biasanya berawal mula dari kisah-kisah cinta monyet saat remaja. Kisah cinta remaja ini diwakili oleh dua pion utama Yudhis dan Lala, yang diperankan oleh Putri Marino dan Adipati Dolken.
Sehingga, inilah kisah Lala (Putri Marino) seorang atlet lompat indah yg sedang berkarir cemerlang. Dipuja oleh seluruh rakyat sekolah menengah atas tempatnya menuntut ilmu. Tetapi, Lala tetaplah seseorang remaja yang ingin merasakan jatuh cinta. Bertemulah Lala dengan Yudhis (Adipati Dolken) yg ternyata diam-diam mengagumi Lala. Yudhis mencintai Lala dengan sepenuh hati & jiwanya. Seluruh hidupnya pun didedikasikan buat Lala.
Yudhis adalah pacar pertama Lala & dia sangat menikmati setiap waktu beserta Yudhis setiap hari. Begitu pula dengan Yudhis yg benar-sahih mencintai Lala sampai tak terdapat sedikit saja ruang buat Lala bersama dengan yg lain. Hubungan mereka lambat laun menjadi tidak sehat lantaran Yudhis sangat protektif terhadap Lala berkaitan menggunakan apapun. Hubungan Lala dan Yudhis penuh menggunakan naik dan turun, namun Lala merasa terjebak menggunakan Yudhis.
Jika romansa SMA umumnya memiliki penggambaran yang anggun pada dalam film-film manapun, Edwin mengambil sudut pandang lain yang tidak sama. Inilah sebuah realita lain tentang kisah romantis muda-mudi yg mungkin hanya ada pada porsi yg sedikit, namun perlu untuk diketahui oleh semua orang. Edwin berusaha buat mengemasnya menggunakan penuturan yg ringan, bisa diakses oleh siapapun, namun tidak melupakan bagaimana permasalahan yg ditawarkan pada pada filmnya dalah informasi yang perlu buat diangkat.
Edwin bisa berkompromi dengan rekam jejak filmnya terdahulu bahwa dirinya sanggup & berhasil keluar dari zona nyamannya yang biasa mengemas film dengan penuturan yang non-terkenal. Tetapi, bukan berarti Posesif menghilangkan holistik jiwa menurut Edwin sebagai pengarah adegan. Masih terdapat beberapa permainan emosi yg lebih subtil di pada adegannya yang bisa menaruh nyawa lebih & berakumulasi sehingga sebagai sajian yang sangat emosional.
Meski isunya yg terkesan ambisius & tidak sinkron, tetapi Posesif hadir dengan caranya yang sederhana. Bermimikri sebagai sesuatu yang ringan, sekali waktu punya keklisean remaja masa kini buat mempermanis suasana filmnya yang mempunyai dasar menjadi sebuah film drama romantis. Namun, jua berani untuk menaruh sebuah sub aliran yg terpadu menggunakan aliran utamanya. Dua aliran yang dipadukan ini timbul sinkron menggunakan porsinya.
Edwin punya pengarahan yang bertenaga, sehingga penonton bisa ikut merasa simpati sekaligus gemas dengan ke 2 karakter utamanya. Naskah menurut Gina S. Noer jua berhasil menaruh daya tarik yg lebih dinamis. Menyembunyikan permasalahan demi konflik hingga menutup filmnya menggunakan cara yg jauh lebih subtil tentu membutuhkan sebuah ketelitian pada penulisannya. Meskipun, tak bisa dipungkiri bahwa Posesif mempunyai beberapa inkonsistensi yg membuat tensinya berkurang.
Perlu buat mendapat sorotan krusial merupakan dua pemain utamanya yg berhasil memperkuat atmosfir cantik & pahitnya kisah cinta Yudhis dan Lala. Putri Marino, seseorang aktris pendatang baru ini berhasil mencuri perhatian karena performanya yg luar biasa. Juga, Adipati Dolken yg berhasil naik kelas menggunakan kiprahnya sebagai Yudhis. Keduanya mempunyai ikatan emosional yang kuat sehingga penonton pun mampu ikut relevan menggunakan setiap konflik keduanya meskipun pertarungan mereka jauh berdasarkan surat keterangan penontonnya.
Maka, Posesif sebagai sebuah film punya misi khusus mengenai sebuah sosialisasi bagaimana orang-orang gangguan psikologis & kekerasan dalam berafiliasi itu nyata adanya. Bahkan, hal-hal itu kadang tertutupi dengan beberapa peristiwa-insiden yang sangat lumrah terjadi di lebih kurang kita seperti Yudhis & Lala yang sedang asyik menjalin cinta mereka. Edwin berusaha menjadikan Posesif buat sebuah medium agar semua orang tahu atas informasi ini. Bagaimana caranya buat menolong korban dalam kekerasan dan menyuruhnya buat lari jika tak terdapat cara buat mengenalkannya menggunakan cara universal. Ya, Posesif adalah cara lain cara pada era sekarang.
Posting Komentar