KARTINI (2017) REVIEW : Refleksi Tentang Emansipasi

KARTINI (2017) REVIEW : Refleksi Tentang Emansipasi

Penikmat film Indonesia seakan tak akan pernah berhenti untuk diberi sebuah film biografi. Memberikan ruang bagi seluruh orang buat sekali waktu mengintip kehidupan sosok krusial di sebuah layar perak. Sosok itu bisa beragam, mulai dari yg tak jarang orang kenal hingga siapa saja yg berjasa dalam melakukan perubahan. Hanung Bramantyo, sanggup dibilang seseorang pengarah adegan yg sudah beberapa kali membuat film biografi. Mulai menurut tokoh kepercayaan hingga mantan presiden Republik Indonesia sudah mempunyai memoir yg dibentuk sang tangannya.

Adanya inkonsistensi dalam berkarya menciptakan Hanung Bramantyo acapkali kali kehilangan kepercayaan penontonnya. Hingga April tahun ini, Hanung Bramantyo hadir menyapa penonton film Indonesia lewat film biografi tentang keliru satu wanita berjasa dan mahsyur dalam memperjuangkan kesetaraan antara pria & perempuan . Kartini, film ini menerima sorotan yang relatif besar karena menempatkan nama Dian Sastrowardoyo menjadi pemeran Kartini.

Selain Dian Sastrowardoyo, Kartini jua memiliki nama-nama lain di global perfilman Indonesia yg mempunyai kredibilitas yang luar biasa kuat. Dengan itulah, Kartini sebagai galat satu film biografi yang patut dinanti oleh banyak pihak. Hanung Bramantyo memang sudah acapkali mengarahkan film dengan aliran serupa, tetapi Kartini mempunyai pembeda antara karya yang lainnya. Meski masih ada beberapa ciri spesial Hanung Bramantyo yang tak sanggup dibendung lagi, Kartini merupakan sebuah film Biografi yg sangat digarap menggunakan teliti.

Tak bisa dipungkiri, setiap orang akan ada suatu kekhawatiran tentang sebuah film biografi. Khawatir akan bagaimana memasak berita mengenai seseorang ini supaya tidak menimbulkan persepsi & bagaimana seorang pengarah adegan bisa mempunyai cara lain cara buat menyampaikan berita itu. Hanung Bramantyo menjadi sosok yang tidak selaras dalam mengarahkan Kartini. Film terbarunya ini tak berubah sebagai sebuah film biografi yg krusial namun terasa tidak memiliki ambisi apapun buat disorot berlebih.

Kartini tak hanya sekedar memberikan warta tentang seseorang, melainkan jua menjadi medium buat memberitahukan tentang apa yg sedang diperjuangkan sang sosok R.A. Kartini itu sendiri. Emansipasi, terlebih pada hal menuntut ilmu yang sebenarnya tak terbatasi sang gender eksklusif sebagai momok krusial buat dibicarakan. Film Kartini adalah sebuah film tentang kenyataan sosial yg ada tanpa dramatisasi berlebih namun bisa menyentuh hati sekaligus menginspirasi setiap penontonnya.

Adegan dibuka dengan bagaimana Kartini mini sedang berusaha supaya ibunya, Ngasirah (Nova Eliza) sanggup balik tidur bukan pada kamar pembantu. Pertanyaan itu akan membawa penonton menyelami cerita selanjutnya yg terfokus kepada Kartini (Dian Sastrowardoyo) yg sudah tumbuh dewasa. Dia sedang dipingit supaya sanggup sebagai seorang Raden Ajeng. Di tengah beliau sedang jengah atas setiap aturan budaya yang mengekangnya, Kartono (Reza Rahadian) sebagai kakak Kartini menaruh semangat supaya diri dan pemikirannya tidak ikut dipingit sang aturan yang terdapat.

Maka, Kartini menerima warisan ilmu berdasarkan kitab -buku milik Kartono yang membuatnya bisa mencicipi indahnya dunia. Dengan adanya hal tersebut, Kartini berusaha buat mampu berkarya melalui tulisan-tulisan yg akan mengharumkan namanya. Kartini pun sudah mendapatkan sorotan dari aneka macam pihak terutama orang-orang Belanda. Kartini pun mengajak adik-adiknya, Kardinah (Ayushita Nugraha) & Roekminah (Acha Septriasa) buat menyuarakan keluh kesahnya agar tumbuh kesetaraan antara pria & perempuan .

Inilah film Kartini yg dibuat dengan nilai produksi yg tak sembarangan, tetapi jua masih mempunyai cara bertutur yg pas. Semua orang boleh menertawakan bagaimana rekam jejak karir Hanung Bramantyo di sepanjang karirnya, namun Kartini kentara sebuah karya yg tidak boleh begitu saja dilewatkan. Dengan durasi sepanjang 115 mnt, Kartini memiliki caranya buat menuturkan segala pertarungan sekaligus pembagian latar belakang cerita sesuai menggunakan takaran yg pas.

Semua jajaran pemain di dalam film Kartini bermain sesuai menggunakan porsinya, tidak ada yang berusaha buat saling mendominasi satu sama lain. Inilah yg menjadi kekuatan primer dari film Kartini yang berhasil menciptakan filmnya begitu solid. Naskah milik Bagus Bramanti & Hanung Bramantyo ini juga memberikan alternatif penceritaan lain pada pada sebuah film biografi. Teringat waktu pertama kali Kartini membaca buku milik kakaknya & ada sebuah visualisasi berdasarkan apa yang terjadi di bukunya. Inilah citra saat buku bisa disebut menggunakan jendela dunia, dan membaca adalah tiket buat bisa mengelilingi global tadi. Menegaskan jua bahwa ilmu itu krusial dimiliki sang setiap orang.

Di sinilah cara bagaimana Bagus Bramanti dan Hanung Bramantyo mengemas fakta mereka menggunakan cara yang bisa menghibur penontonnya. Sehingga, fakta yg disampaikan tak sekedar buat menaruh afirmasi mengenai kebenaran, tetapi jua buat memberikan pemahaman yg mampu terpatri pada pemikiran penontonnya. Beruntungnya, naskah rapi itu sanggup diterjemahkan menggunakan baik jua oleh Hanung Bramantyo secara visual, sehingga tercapailah telah tujuan tadi.

Hanung Bramantyo sebagai pengarah adegan tentu mempunyai khasnya sendiri dan tentu Kartini masih mempunyai kekhasannya dalam bercerita. Kartini adalah cara Hanung Bramantyo buat bisa memuaskan setiap orang yg memiliki banyak sekali kerangka berpikir mengenai nilai ?Mulai sosial sampai kepercayaan . Dalam hasil akhirnya, ada beberapa bagian cerita yang sedikit terlalu dilantunkan secara eksplisit, yg mungkin bertujuan supaya setiap orang sanggup mengakses kabar yg berusaha disampaikan sang Hanung. Namun, hal tadi masih pada porsi yg masuk akal & mampu diterima.

Film Kartini ini jua menjadi refleksi atas keadaan sosial Indonesia yang masih mempunyai problematikanya pada menempatkan seorang wanita. Raden Ajeng Kartini adalah kiblat bagi para wanita buat menerima emansipasi dan digunakan menggunakan sahih. Maka itu pula yg ditekankan pada film Kartini ini, bahwa wanita pula mampu menjadi seseorang yg mandiri. Bukan berarti terlepas menurut sosok laki-laki , namun menjadi sosok yg setara karena insan merupakan makhluk sosial yg membutuhkan satu menggunakan yang lainnya.

Sebagai sebuah film Biografi dengan pendekatan yg terkenal, Kartini adalah jawaban berdasarkan segala keluh kesah penikmat film. Kartini hadir menggunakan takaran yang pas tanpa berusaha buat terlalu mendayu-dayu dan tak menimbulkan kesalahan persepsi tentang sosok tadi. Inilah Kartini sebagai sebuah film biografi yg bisa memberikan liputan, wangsit, dan sekaligus bisa dinikmati dengan khidmat sang penonton menggunakan segala latar belakangnya yg tidak sinkron. Hanung Bramantyo & Bagus Bramanti memberikan naskah yg solid dan menaruh alternatif cara buat membicarakan warta yang bisa diterima sang khalayak luas. Mungkin, hal itu menciptakan beberapa ceritanya terkesan menggurui di beberapa bagian. Namun, tidak mampu dipungkiri bahwa Kartini merupakan film krusial yg digarap dengan detil, hati-hati, & akan menggugah hati penontonnya.

Posting Komentar

Copyright © Movie Review Cinema 21 | Distributed by Blogger Templates | Designed by OddThemes