Film-film menggunakan berbujet akbar dan penuh ledakan yg diedarkan selama trend panas pun akhirnya berakhir. Di kuartal akhir tahun, slot-slot akbar itu diperuntukkan bagi film-film yang sudah siap bersaing di ajang-ajang bergengsi misalnya Golden Globe Awards atau pun Academy Awards. Akan poly sutradara yang bersaing buat mendapatkan lini terdepan menjadi jagoan buat memenangkan majemuk penghargaan pada pada ajang bergengsi tadi.
Salah satu film yg mempunyai konten tadi adalah Everest, arahan dari Baltazar Kormakur. Film ini pun terlihat mempunyai konten yang setidaknya sanggup diperhitungkan pada pada ajang-ajang bergengsi. Diadaptasi menurut sebuah buku berjudul Into Thin Air, Baltazar Kormakur mengarahkan sebuah film yang didasari sang insiden nyata mengenai para pendaki yg kesulitan buat mencapai puncak gunung tertinggi global. Beberapa nama besar pun ikut andil di pada film ini misalnya Jason Clarke, Josh Brolin, Keira Knightley, & Jake Gyllenhaal.
Terlalu memiliki ambisi buat membuahkan film arahannya agar mendapatkan sebuah pengakuan di ajang bergengsi pun malah menyerang pulang dirinya. Everest merupakan sebuah film drama berdasarkan kisah nyata yg memang memiliki konten yang berpotensi buat dapat bersaing di sebuah ajang penghargaan. Hanya saja, Baltazar Kormakur memiliki pengarahan yang sangat hati-hati & malah cenderung bermain kondusif. Hasilnya, Everest pun tidak dapat memberikan performa yg sesuai dengan ekspektasi penontonnya.
Rob Hall (Jason Clarke), seorang pendaki yang ingin mencapai zenit tertinggi di global yaitu gunung Everest. Dia pun mengajak sahabat-temannya misalnya Beck (Josh Brolin), Doug (John Hawkes), & masih poly lagi buat melakukan ekspedisi terakhir tersebut. Setibanya di sana, dia bertemu dengan Jon (Michael Kelly) dan Helen (Emily Watson) buat melakukan planning bepergian supaya ekspedisi yang mereka lakukan berhasil.
Ketika semua sudah dipersiapkan, mulai berdasarkan kesehatan, jalanan pada sana, & poly hal lainnya, mereka memulai bepergian ekspedisi mereka. Tetapi, mereka wajib datang pada sana sempurna waktu supaya tidak terkena badai salju akbar yg bisa menewaskan mereka. Sayangnya, perjalanan mereka di sana tak terlalu lancar. Mereka harus dihadapkan sang beberapa masalah mini yg tak membuat mereka terhambat. Mereka berhasil menuju puncak , tetapi saat mereka melakukan bepergian kembali ke dataran rendah, badai salju besar tadi menerpa mereka.
Badai salju tak hanya tiba menerpa para karakter yg terdapat pada pada film Everest, tetapi badai itu pun menyerang holistik presentasi yang diarahkan oleh Kormakur. Baltazar Kormakur tidak berusaha buat berakibat Everest mempunyai performa yg sama tingginya dengan latar tempat primer mereka. Banyak sekali beberapa poin yg hilang ketika menyaksikan Everest secara utuh menggunakan durasi mencapai 121 mnt.
Baltazar Kormakur ingin membuahkan Everest sebagai film yang memiliki kekuatan emosional. Dengan banyaknya nama terkenal di pada lini pemainnya, Everest pun tidak bisa memaksimalkan keliru satu poin krusial di pada sebuah film. Everest ingin menciptakan filmnya sebagai sebuah film slow-burn drama dengan impak yg besar bagi penontonnya. Sayangnya, Baltazar Kormakur belum mempunyai kompetensi buat mengangkat seluruh cerita yang ada pada dalamnya.
Jalan terjal film Everest pun terlalu banyak. Tak seperti karakternya yang berhasil menuju zenit gunung tertinggi tadi, Everest tak berhasil mencapai zenit emosi yg seharusnya sebagai senjata utama bagi Everest. Permainan emosi yg dihadirkan oleh Baltazar Kormakur tetap hadir, hanya saja di beberapa bagian eksklusif. Sehingga, tujuan utama Everest buat menghadirkan dampak yang akbar bagi penontonnya pun tidak sanggup tercapai aporisma.
Memiliki poly karakter yg ikut andil ke dalam filmnya pun membuat Baltazar Kormakur kebingungan untuk memberikan spotlight kepada siapa pada filmnya. Ketika seharusnya spotlight akbar ditujukan pada Jason Clarke, jatuhnya seluruh karakter mempunyai porsi yg sama & ini bukanlah sesuatu yang baik. Hal tersebut lah yg memengaruhi bagaimana performa Everest yang menyebar segala tensinya ke setiap karakternya dengan merata. Sehingga, tak ada adegan yg membuat siginifikansi emosi bagi penontonnya.
Dengan durasi mencapai 120 menit, beberapa bagian di film arahan Baltazar Kormakur ini pun terasa hambar. Penonton akan kebingungan dan terus mencari mana yg sebagai sebuah titik puncak dari Everest yang seharusnya mempunyai dasar konten yg bertenaga. Di pada presentasi secara holistik, Baltazar Kormakur lupa menggunakan tujuan dan konten yg sanggup menjadikan film Everest mampu tampil jauh lebih baik menurut apa yang telah dikemas sekarang.
Beruntung merupakan bagaimana Everest bisa menampikan visual-visual menarik. Hal tadi setidaknya membuat penonton bisa merasakan perjalanan ekspedisi menuju salah satu gunung tertinggi pada global. Dengan berbagai cara pengambilan gambar yg menarik, setidaknya Everest memiliki sisi positif di bagian teknisnya. Pun, cara pengambilan gambar yg menarik itu berhasil mendukung format 3 dimensi menjadi salah satu cara lain cara buat menonton film ini.
Memiliki konten yg sanggup masuk menjadi keliru satu daftar film yg dapat bersaing di ajang bergengsi, nyatanya Everest tak bisa memaksimalkan hal tersebut. Everest seharusnya bisa buat tampil lebih maksimal dari pada yg hasil akhir yg diarahkan sang Baltazar Kormakur. Arahan darinya tak bisa menangkap emosi yg secara kontinu hadir pada pada 120 menit durasinya. Pun, menggunakan jajaran aktor-aktris menggunakan nama yg akbar, Everest pun tidak sanggup memaksimalkan hal tadi. Beberapa bagian film ini pun terasa hambar & tak semenarik menurut seharusnya.
Film Everest pun tak lupa untuk dirilis dalam format tiga dimensi dan salah satunya dirilis dalam format IMAX 3D. Berikut rekapan format tiga dimensi IMAX.DEPTH
Kemegahan luar biasa ditampilkan oleh film Everest lewat teknik pengambilan gambar. Dan menggunakan format tiga dimensi, kedalaman gambar pun tampak nyata
POP OUT
Meski tak berapa banyak, efek ini di dalam format tiga dimensinya menyokong suasana dingin filmnya lewat butiran-butiran salju yang berhasil keluar dari layar.Format tiga dimensi dari Everest sangat layak untuk disaksikan. Terlebih, ketika kalian menyaksikannya dalam format IMAX yang berhasil menangkap kemegahan Everest.
Posting Komentar