Sebuah legenda tercetak pada tahun 2002, tatkala penonton film Indonesia sedang indolen-lesunya. Film arahan Rudi Soedjarwo yang menceritakan kisah cinta fase putih abu-abu ini mencetak dua,5 juta penonton pada kala itu. Peristiwa fenomenal ini menjadikan Ada Apa Dengan Cinta? --yg berkisah seputar cinta sepasang sejoli --ini diagung-agungkan oleh banyak pihak. Tak hanya menjadikannya sebagai sebuah prasasti pencetak sejarah, tetapi jua menjadi pijakan lahirnya budaya pop baru yang memberikan influensi yang besar terhadap kontruksi romansa putih abu-abu kala itu.
Rangga dan Cinta, kisahnya mungkin tak semiris Romeo dan Juliet yang dibangun oleh sastrawan luar negeri. Kisah cinta mereka mungkin biasa, tetapi kemanisannya pun tetap terasa hingga 14 tahun kehadirannya. Para penikmat kisah Cinta dan Rangga menantikan seperti apa kisah mereka ketika mereka harus terpisahkan oleh jarak. Dengan adanya permintaan itu, Miles Films, sang empunya cerita Cinta dan Rangga, berinisiatif untuk menghadirkan lagi kisah yang mereka prakarsai. Dan kali ini, Riri Riza mempunyai wewenang untuk menulis ‘puisi cinta’ milik Rangga dan Cinta.
Atas nama nostalgia, pada awalnya sebagai satu alasan utama tentang Ada Apa Dengan Cinta? Dua. Rasa sinis maupun cemas terolah menjadi satu ketakutan akbar akan hasil akhir kisah 2 sejoli yg melegenda. Hanya saja, ketakutan akbar itu ternyata hilang pada waktu Ada Apa Dengan Cinta? 2 berhasil memikat emosi jiwa penikmatnya. Ada Apa Dengan Cinta? Dua menjadi sebuah bait-bait puisi paling baru romansa Rangga & Cinta di tengah budaya-budaya mereka yang ternyata sudah saling tidak sinkron.
Cinta (Dian Sastrowardoyo) dan Rangga (Nicholas Saputra) yg terpisah pada sebuah bandar udara dalam masa putih abu-abu itu sebagai satu memori yg membekas. Hingga 14 tahun berikutnya, semuanya misalnya tidak ada apa-apa di antara mereka berdua. Cinta bersama sahabatnya, Milly (Sissy Pricillia), Maura (Titi Kamal), dan Karmen (Adinia Wirasti), menetapkan buat berjalan-jalan ke kota penuh budaya bernama Yogyakarta. Liburan mereka mungkin sebagai sebuah kamuflase berdasarkan ego Cinta yang ingin menghadiri pagelaran seni milik seniman favoritnya.
Di tengah-tengah planning liburan yang dilakukan Cinta & sahabatnya, ada kedatangan yang tidak pernah diduga. Rangga, sang masa kemudian Cinta, yg pernah membuatnya porak poranda hadir pada tengah-tengah gegap gempita canda & tawa mereka. Meskipun, kedatangan Rangga tak sekalipun bertujuan buat menginterupsi itu. Bahkan, kedatangan Rangga tak serta merta bertemu secara eksklusif dengan Cinta. Namun, Sahabatnya berusaha untuk mempertemukan mereka hanya buat bertukar sapa dan mengikhlaskan sesama.
Rudi Soedjarwo mungkin tak lagi balik mencetak histori kisah milik Cinta & Rangga. Legenda ini bangkit atas dorongan berdasarkan Riri Riza yang akan menaruh sentuhan berbeda. Ya, telah 14 tahun lamanya, Cinta juga Rangga bukan lagi seseorang remaja sekolah menengah atas. Sehingga, diperlukan suatu kedewasaan pada pada kisahnya. Maka, yg diperlukan pada Ada Apa Dengan Cinta? Dua bukan hanya sekedar kisah cinta penuh klise yang terlihat gampang. Dan Riri Riza memahami bagaimana kisah Cinta & Rangga ini terlihat mempunyai kedewasaan itu.
Jika hanya atas nama nostalgia, Ada Apa Dengan Cinta? 2 bermain di atas ekspektasi penontonnya. Landasan cerita dari Ada Apa Dengan Cinta? 2 terlihat hanya sekedar romansa yang mengulik kembali memori Cinta dan Rangga yang terlihat tak bermakna. Tetapi, bukan itu yang diinginkan oleh Riri Riza saat menjalin kisah mereka lagi lewat film arahannya. 14 tahun, rentang yang cukup lama untuk karakter rekaan yang terlihat nyata ini berkembang bersama dengan kejadian yang mengiringi mereka. Sehingga, problematika di dalam karakter Rangga maupun Cinta tak hanya sekedar cinta monyet mereka saja.
Ada komplikasi, penuh pemikiran tentang sebuah penentuan sikap & pengambilan keputusan yg akan mereka tempuh. Rangga & Cinta sekarang tak lagi sama, mereka mempunyai kematangan pada karakter mereka & itulah poin menarik dari film ini. Riri Riza menaruh sebuah nyawa pada karakter rekaannya sebagai akibatnya dapat mempunyai relevansi dengan penontonnya. Jangan lagi ragukan kepiawaian para jajaran aktor & aktrisnya yg telah memiliki sertifikasi pada dalam bidangnya lantaran hal itu juga yg menciptakan setiap karakternya terlihat konkret.
Rangga dan Cinta bukanlah seseorang yang hanya memiliki atraksi dengan budaya-budaya yang ada. Maka, bisa dibilang mereka adalah budaya yang sedang berusaha beradaptasi satu sama lain. Mereka bisa saja diibaratkan sebagai budaya timur dan budaya barat yang masing-masing memiliki pakemnya sendiri saat mencapai tujuan mereka. Mereka bersua di kota Jogja, di mana kota ini sedang giat melakukan pengembangan budaya yang ada agar tak punah. Hanya saja, Rangga dan Cinta punya interpretasi atas budaya mereka yang terlihat lewat proses interaksi keduanya.
Kehidupan Rangga menjadi seseorang yang tinggal lama di negara liberal, mempunyai persepsi tidak sinkron mengenai komitmen yang berusaha dijalin keduanya. Komitmen hanya dicermati sebagai hubungan yg linear, antara ?Anda? Dan ?Aku ?, antara ?Engkau ? & ?Aku ?. Berbeda menggunakan Cinta yang memiliki kehidupan pada negara timur yang sangat menghargai bagaimana latar belakang seorang, mengulik historis seorang buat sekedar berinteraksi apalagi buat menjalin suatu relasi. Maka menurut itu, Rangga dan Cinta digambarkan terlihat canggung dalam awalnya saat memulai sebuah dialog pada dalam pertemuan pertama mereka paska 14 tahun mereka tidak bercakap.
Namun, Rangga & Cinta berusaha pulang mengulik surat keterangan & juga pengalaman mereka sebagai akibatnya menemukan pulang indikasi dan lambang mereka sebagai akibatnya dialog mereka pun pulang mengalir. Mungkin sekedar basa-basi perkara kisah eksklusif sampai sedikit politik yg menghiasi, tetapi penonton pun ikut tersenyum mengikuti setiap menit basa-basi mereka itu. Mungkin sekedar bersapa menggunakan sapaan 'saya' dan 'kamu', yg sebenarnya adalah kata standar yang perlu dipelajari ketika menyelidiki budaya pada negeri. Mereka menggunakan bahasa itu buat menemukan intimasi atas kepingan memori yg tak lagi manunggal. Manis, bahkan kelewat anggun di dalam kisah mereka yang mungkin mampu jadi basi lantaran 14 tahun mereka tidak kunjung bertemu.
Riri Riza mungkin terlihat ingin menampilkan sebuah harmoni atas budaya yg terkonvergensi. Rangga dan Cinta adalah indera representasi atas kerangka berpikir Riri Riza buat mengungkapkan aspirasi. Maka, sedikit saja aktif dalam memaknai & temukan bagaimana Riri Riza pula menampilkan budaya-budaya yg juga terkonvergensi. Lihat saja lantunan lagu bernuansa elektrik bertemu bahasa daerah yg tampil sebagai latar belakang musik film ini. Juga, bagaimana setting kedai kopi pada dalam film ini yg menawarkan hasil ibu pertiwi & dipersuasi dengan tren masa sekarang. Jelas, Riri Riza berhasil menampilkan bagaimana konvergensi budaya bukanlah ancaman yg perlu diwaspadai.
Sehingga, Ada Apa Dengan Cinta ? 2 bukan hanya menjadi dewasa lewat jalinan kisah kasih Rangga & Cinta yg menemukan sebuah komplikasi. Namun, ada pula kedewasaan dalam menuturkan kisahnya itu lewat medium-medium lain yang terdapat pada pada filmnya. Riri Riza memunculkan sebuah representasi atas sebuah budaya yang terkonvergensi. Dua ideologi budaya tidak sama yang berusaha menemukan harmoni. Entah, hal itu muncul lewat karakter-karakter di dalam film ini atau pun detil-detil mini yg membutuhkan keaktifan buat memaknai. Dan hasilnya, Ada Apa Dengan Cinta? Dua sebagai sajian yang sangat manis, membekas di hati, pun penuh representasi akan suatu aspirasi.
Posting Komentar