FIVE FEET APART (2019) REVIEW: Eksploitasi Demi Air Mata Menetes di Pipi

FIVE FEET APART (2019) REVIEW: Eksploitasi Demi Air Mata Menetes di Pipi

Di tengah gempuran banyaknya film-film blockbuster menggunakan budget akbar, menantikan sebuah film romance tentu sebagai sesuatu yang menarik. Terlebih, saat film romance itu sanggup menciptakan penontonnya meneteskan air mata. Melodrama yang sahih-sahih membahas tentang 2 insan manusia yg sedang jatuh cinta dan mencicipi indahnya dunia. Memang, cita rasanya telah usang sekali tak muncul film-film seperti itu.

Maka, kehadiran film seperti Five Feet Apart buatan dari Justin Baldoni ini cukup dinantikan oleh banyak orang terutama untuk target segmentasinya. Film dengan tema disease love relationship ini memang sudah menjadi formula yang usang. Pun, beberapa film dengan tema seperti ini pun tak banyak yang bisa memenangkan hati penontonnya. Selain jatuh menjadi sajian yang generik, film dengan tema seperti ini pun akan terjebak dalam eksploitasi kesedihan saja.

Five Feet Apart ini disutradarai oleh Justin Baldoni ini mendapatkan asupan naskah dari Mikki Daughtry dan Tobias Iaconis. Film ini juga dibintangi oleh Haley Lu Richardson dan salah satu mantan artis cilik jebolan Disney Channel yang sedang membintangi series netflix yaitu Cole Sprouse. Five Feet Apart hadir menyajikan sebuah trailer melodrama romantis dengan tema yang sama dengan premis yang cukup menarik bagi pecinta film-film serupa.

Menggunakan penyakit untuk mendapatkan atensi terhadap karakter yang dibuat dalam sebuah film tentu harus digunakan dengan benar. Bila melihat trailer dari Five Feet Apart, mungkin ada beberapa film yang memiliki referensi serupa. The Fault In Our Stars mungkin menjadi salah satu inspirasi dari film ini saat dibuat. Karakternya yang memakai alat bantu pernafasan hingga tembang M83 berjudul Wait pun ada di salah satu adegan di dalam Five Feet Apart ini.

Sayang, performa dari Five Feet Apart pun hanya jatuh menjadi sebuah sajian yang sangat generik dan bahkan terlalu berusaha keras agar penontonnya ikut larut dalam kesedihan yang mereka buat. Dengan karakternya yang memiliki penyakit yang cukup langka, sang penulis naskah tak hentinya memberikan formula-formula klise dalam sebuah film melodrama remaja seakan hal-hal itu menjadi wajib untuk ada di karakter-karakternya. Sehingga, yang terjadi Five Feet Apart pun nampak tak logis dan manipulatif demi penontonnya bisa meneteskan air mata di pipi.

Narasi Five Feet Apart pun dimulai dari karakter bernama Stella Grant (Haley Lu Richardson) yang sejak umurnya yang dini sudah berada di rumah sakit karena dalam penanganan penyakitnya. Ya, Stella mengidap cystic fibrosis yanag mengharuskannya mendapatkan penanganan khusus hingga dirinya mendapatkan donor paru-paru baru. Stella berusaha membuat hidup-hidupnya di rumah sakit lebih berwarna agar tak monoton dalam hidupnya.

Hingga suatu saat, Stella bertemu menggunakan sosok lelaki berparas menarik yang pula sedang mendapatkan penanganan serupa dengannya. Dia adalah Will Newman (Cole Sprouse). Stella dan Will pun makin akrab & tumbuhlah benih-benih cinta pada antara mereka berdua. Tetapi, sesama pengidap cystic fibrosis mereka tak boleh berdekatan lantaran aporisma jeda yang ditentukan merupakan 6 kaki. Inilah yang menjadi perjuangan mereka berdua saat seorang 2 sejoli tak sanggup saling berdekatan.

Dilihat dari trailer, Five Feet Apart mungkin mewakili hati para remaja-remaja yang menginginkan kisah romantis yang nyesek abis. Five Feet Apart secara permukaan terlihat sebagai definisi baru dalam hubungan jarak jauh. Meski keduanya itu dekat, tetapi mereka berdua terasa jauh karena tak bisa saling bersentuhan. Dengan hal-hal ini, tentu Five Feet Apart bisa memiliki potensi untuk menjadi tontonan yang mengharu biru.

Sayangnya, Five Feet Apart terasa menjadi sebuah karya dari seorang pemula yang ingin secara instan membuat penontonnya meneteskan air mata. Keputusan-keputusan yang dilakukan oleh sang penulis naskah dalam film ini terasa belum bijaksana. Terutama dalam pembangunan karakter-karakternya yang terlihat sangat berusaha untuk mendapatkan simpati penonton. Iya, penonton sudah tahu bahwa Stella telah mengidap cystic fibrosis tetapi tak perlu pula ditambah dengan fakta bahwa dirinya juga mengidap OCD (Obsessive-Compulsive Disorder) dan beberapa penyakit mental lainnya.

Pembentukan karakter Stella dengan penyakit-penyakit “tambahannya” pun tak menjadi poin berarti bagi film Five Feet Apart. Sehingga, semua yang dibangun dalam Five Feet Apart pun terasa benar-benar manipulatif. Melihat karakter Stella dan Will yang bisa berlarian ke sana ke mari di dalam rumah sakit bahkan di kondisinya yang sebenarnya tidak stabil juga menjadi problematika utama saat menonton film ini.

Mungkin penontonnya akan sedikit bertanya tentang keabsahannya, tetapi menjualnya agar bisa diromantisasi rasanya agak sedikit tereksploitasi. Tetapi, untuk filmnya sendiri pun, dengan durasi sepanjang 115 menit masih terasa ditarik ulur. Problematika Five Feet Apart mungkin tak hanya datang dari hubungan antara Will dan Stella tetapi juga dari permasalahan masa lalu dari Stella. Apabila digali dengan lebih dalam lagi, mungkin hal itu bisa memperkuat filmnya.

Cerita tentang masa lalu Stella pun menjadi subplot penting di dalam Five Feet Apart yang mempengaruhi keputusan-keputusan karakternya. Tetapi, Justin Baldoni terlalu sibuk membuat hubungan Stella dan Will yang mungkin pada awalnya terasa sangat manis dan pas hingga dalam titik tertentu membuatnya terlalu sugar-coated. Dan muncullah pada 30 menit terakhir filmnya yang sudah tak kuat menyampaikan ceritanya hingga semuanya terasa begitu kacau dengan tambahan subplot yang juga sebenarnya tak perlu ada.

Beruntung, film ini memiliki chemistry di antara kedua pemainnya yang terbangun dengan baik. Haley Lu Richardson dan Cole Sprouse berhasil meyakinkan penontonnya bahwa mereka adalah pasangan yang kurang beruntung di dunia ini. Serta, dibalut dengan beberapa pilihan lagu-lagu yang ada di dalam film ini yang cukup keren. Tembang “Don’t Give Up On Me” dari Andy Grammar pun bisa mempermanis film ini.

Ya, mungkin kejanggalan-kejanggalan dalam penentuan adegan dan pembangunan karakter yang belum bijaksana itu Five Feet Apart mungkin bisa jadi tearjerker romance yang bekerja dengan baik untuk target segmentasinya. Sayangnya, Five Feet Apart sebenarnya jatuh dalam drama disease-porn yang mengeksploitasi beberapa penyakit hingga semuanya terasa manipulatif. Naskahnya terlalu berusaha membuat karakternya terlihat butuh dikasihani. Padahal sebenarnya Five Feet Apart bisa saja menjadi sesuatu yang lebih baik dan manis untuk dinikmati. Sayang sekali.

Posting Komentar

Copyright © Movie Review Cinema 21 | Distributed by Blogger Templates | Designed by OddThemes