2018 menjadi tahun yang menyenangkan bagi perfilman Indonesia. Beberapa film Indonesia bisa mendapatkan raihan yang minimal berada di satu juta penonton. Tak hanya itu, mulai adanya genre yang semakin beragam di perfilman kita. Meskipun, lagi-lagi genre horor menjadi salah satu yang masih digandrungi oleh penonton-penonton kita. Tetapi, setidaknya ada yang kembali di perfilman Indonesia yaitu kembalinya film untuk anak-anak lewat Kulari ke Pantai, Koki-Koki Cilik dan Petualangan Menangkap Petir.
Hingga sebuah film science fiction yang berbeda lewat film kecil berjudul Tengkorak hasil sineas kota Yogyakarta. 2018 ini menjadi tahun yang sulit bagi perfilman Indonesia karena beberapa film yang dirilis hanya ada beberapa film yang akan membekas di hati dan benar-benar solid. Dan akhirnya, saya sebagai penulis di blog ini, memilih 15 film Indonesia yang menjadi pilihan untuk Arul’s Movie Review Blog.
Mari dimulai dengan film-film yg menerima mention khusus dan hampir saja masuk ke dalam 15 besar . Beberapa film ini setidaknya menjadi film-film Indonesia menggunakan bungkus yang solid dalam penuturan kisahnya Mereka adalah:
- Ananta (Dir. Rizki Balki/MD Pictures)
- Dear Nathan Hello Salma (Dir. Indra Gunawan/Rapi Films)
- Jelita Sejuba: Mencintai Kesatria Negara (Dir. Ray Nayoan/Drelin Amagra Pictures)
- Something in Between (Dir. Asep Kusdinar/Screenplay Films)
- Kafir: Bersekutu Dengan Setan (Dir. Azhar Kinoi Lubis/Starvision Films)
- Yowis Ben (Dir. Fajar Nugros & Bayu Skak/Starvision Films)
- Suzzanna: Bernapas dalam Kubur (Dir. Anggy Umbara & Rocky Soraya/Soraya Intercine Films)
Dan masuklah kita pada 14 film pilihan dari Arul’s Movie Review Blog, ini dia listnya:
14. Menunggu Pagi (Dir. Teddy Soeriaatmadja/IFI Sinema)
Mungkin film ini menjadi film dengan resepsi yang mixed. Tetapi, meski layaknya sebuah after movie dari event DWP, tetapi Menunggu Pagi punya vibe yang asyik untuk diikuti. Seperti sebuah rendisi ulang dari Nick and Norah: Infinite Playlist, tetapi dengan caranya sendiri. Seru kok.
13. 22 Menit (Dir. Eugene Panji & Myrna Paramita/Button Ijo)
Seru juga ternyata kalau film Indonesia punya genre baru dalam filmnya. Dengan segala sudut pandang dalam ceritanya, 22 Menit masih menjadi sebuah action thriller dengan alur maju mundur yang menarik untuk diikuti. Editingnya juga bagus.
12. Belok Kanan, Barcelona (Dir. Guntur Soeharjanto/Starvision Films-CJ Entertainment)
Lupakan saja subplot religi yang tiba-tiba masuk dan menganggu performa film ini secara keseluruhan. Tetapi, chemistry keempat pemainnya tidak bisa dilupakan begitu saja. Apalagi ketika Anggika Bolsterli dan Deva Mahenra sedang tampil.
11. Rompis (Dir. Monty Tiwa/MNC Pictures)
Film ini muncul dan tampil secara mengejutkan. Di tengah film-film romansa remaja, Rompis -yang diangkat dari kisah sinetron -berhasil dikemas dengan manis oleh Monty Tiwa. Bahkan, bisa dinikmati oleh orang-orang yang tak pernah mengikuti sinetronnya.
10. Eiffel I’m In Love 2 (Dir. Rizal Mantovani/Soraya Intercine Films)
Mengikuti AADC 2, kisah Adit dan Tita pun ikut kembali di layar perak lewat Eiffel I’m In Love 2. Karakternya masih sama, rasa nostalgianya juga masih ada. Tetapi, film ini berkembang, dari segi konflik cerita dan juga karakternya. Warna pastel serta musik di film ini juga dibuat sangat manis. Pas dengan atmosfirnya.
9. The Night Comes For Us (Dir. Timo Tjahjanto/Netflix)
Ini adalah film pertama dari Indonesia yang dirilis langsung dalam format layanan streaming, Netflix. Film dari Timo Tjahjanto ini tak bisa dipungkiri punya tata teknis yang sangat baik. Action sequences-nya pun bisa bikin penontonnya berdecak kagum. Meski, beberapa penuturannya masih bisa lebih maksimal lagi.
8. Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta dan Rangga (Dir. Ernest Prakasa/Starvision Films)
Keduanya memiliki penuturan kisah dramanya yang menarik.
Dari kisah Ada Apa Dengan Cinta? lainnya, Milly & Mamet hadir sebagai film companion yang diarahkan oleh Ernest Prakasa dengan caranya yang menyenangkan persis dengan karakternya. Tak hanya berperan sebagai pendamping AADC, film ini juga berhasil menjadi refleksi tentang kehidupan berpasangan.
Hoax (Dir. Ifa Isfansyah/Indy Pictures-Fourcolours Films)
Film dari Ifa Isfansyah yang seharusnya memiliki judul Rumah dan Musim Hujan dan rilis 2013 ini akhirnya dirilis secara resmi tahun ini. Versi 2018 ini berjudul Hoax dan ada beberapa adegan dalam editingnya yang dibuat berbeda. Tetapi, menyaksikan Hoax memiliki sensasinya sendiri hingga di akhir film yang membuat judul filmnya jadi lebih relevan.
7. Kulari Ke Pantai (Dir. Riri Riza/Miles Films)
Riri Riza kembali mengarahkan sebuah film anak-anak. Kulari Ke Pantai milik Riri Riza ini tak hanya sebagai film anak-anak saja, tetapi juga sebagai kritikan sosial tentang beberapa isu. Meskipun, film sebagai film anak-anak film ini akan susah untuk segmentasinya.
6. Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 (Dir. Angga Dwimas Sasongko/Lifelike Pictures-20th Century Fox)
Film ini adalah puncak dari pencapaian teknis yang pernah dilakukan oleh film-film Indonesia sekaligus kembalinya genre superhero di film kita. Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut 212 ini punya bangunan dunia yang sangat meyakinkan dan Vino G. Bastian sangat sableng memainkan Wiro Sableng. Tak sabar untuk film selanjutnya, semoga bisa dapat jumlah penonton yang lebih baik.
5. Sebelum Iblis Menjemput (Dir. Timo Tjahjanto/SkyMedia Films)
Film Timo Tjahjanto masuk lagi ke dalam daftar film pilihan tahun ini. Sebelum Iblis Menjemput ini menjadi puncak dari pengarahan dari Timo Tjahjanto yang lebih detil. Dia berhasil menggabungkan beberapa referensi horor di dalam filmnya. Chelsea Islan dan Pevita Pearce naik kelas!
4. #TemanTapiMenikah (Dir. Rako Prijanto/Falcon Pictures)
Adaptasi dari buku dengan judul yang sama ini berhasil dikemas oleh Rako Prijanto menjadi sebuah film cinta-cintaan remaja yang manis tetapi terasa berbeda dengan film-film remaja Indonesia yang ada. Meski ceritanya klise, tetapi Rako berhasil membuat filmnya terasa berbeda. Tata kamera dan penyuntingan gambarnya juara!
3. Aruna dan Lidahnya (Dir. Edwin/Palari Films)
Edwin kembali hadir dengan film adaptasi dari buku Laksmi Simanjuntak ini. Lewat film ini, Edwin berusaha untuk berdamai dengan ambisinya yang biasa memberikan plot yang lebih simbolik. Meski tetap ada permainan simbol di dalam film ini, tetapi Aruna dan Lidahnya punya kisah cinta dewasa yang meyakinkan. Keempat bintangnya chemistry-nya kuat sekali!
2. Love for Sale (Dir. Andibachtiar Yusuf/Visinema Pictures)
Sebagian orang mungkin akan menaruh film ini sebagai film terbaik tahun ini. Ya, Love For Sale sebagai sebuah kisah cinta dewasa berhasil memberikan nafas segar di perfilman Indonesia. Performa Gading Marten di film ini memang sangat baik, apalagi ketika berinteraksi dengan Della Dartyan. Film cinta ini bikin nyesek abis!
1. Sekala Niskala (Dir. Kamila Andini/Fourcolours Films)
Membuat sebuah film dengan dasar seni itu memang susah. Sekala Niskala ini adalah bukti bahwa film arthouse seharusnya tampil dengan cara yang seharusnya. Setiap adegannya menjelaskan tentang kehilangan dengan cara yang simbolik tetapi tampil tak pretensius seperti film-film independen lain yang berusaha tampil lebih pintar. Sekala Niskala menjadi sebuah perjalanan spiritual yang indah dan menguras hati. Pantas untuk berada di puncak film terpilih tahun 2018.
Ini nih, 15 film pilihan dari Arul’s Movie Review Blog tahun 2018. Kalau versi kamu yang mana? Bisa banget buat share di kolom komentar!
Posting Komentar